13 Mar 2008

KEGAGALAN BANGUNAN TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Update, Senin 11 September 2006, 08.00 bbwi

Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari nilai kontrak.


Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima perseratus) dari nilai kontrak.

Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan atau menyebabkan timbulanya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak.

Demikian tertulis sanksi pidana di dalam pasal 43 Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) No 18 tahun 1999. Perencana (konsultan, pelaksana (kontraktor) dan pengawas (inspektur) menjadi sorotan utama dari kegagalan bangunan. Kalau kita bandingkan UUJK terbaru ini memberikan sanksi lebih ringan dari UU sebelumnya yang menetapkan denda 100% dari nilai kontrak.
Implikasi negatif terhadap politik, sosial dan teknis dari suatu bangunan merupakan kegagalan bangunan. Kerusakan lingkungan dari suatu pabrik penambangan misalnya, termasuk kegagalan bangunan.

Bukan hanya saat pelaksanaan konstruksi, kesalahan desain memberikan kontribusi terhadap kegagalan bangunan. Bangunan yang mengalami gagal fungsi sebelum akhir umur pemakaiannya yang direncanakan termasuk dalam kegagalan bangunan. Bangunan yang berefek jelek terhadap lingkungan sekitarnyanya bisa karena kesalahan dalam konsep desain, walaupun pelaksanaannya benar, itu pun termasuk dalam kegagalan bangunan juga.

Kegagalan bangunan adalah resiko yang tidak berdiri sendiri, selalu ada sebab akibat yang menyertainya, tanggung jawab harusnya dipikul bersama-sama. Bisa jadi permasalahan timbul karena hal nonteknis yang mengakibatkan kegagalan teknis. Komunikasi yang tidak “nyambung” ada kalanya menyebabkan kesalahan fatal.

Sampai saat ini belum tegas penegakan sanksi dari kegagalan bangunan. Proses perizinan dan tender sering tidak profesional. Peraturan terkadang tidak kompatibel dengan peraturan lainnya karena dibuat sendiri-sendiri

Dari sisi pihak yang terkait langsung dengan pekerjaan konstruksi perlu sekali penegakkan kode etik secara benar. Segera perbaiki seluruh sistem prosedur yang berlaku saat ini. Secara universal sifat manusia umumnya memang cenderung berprilaku menyimpang demi mendapat keuntungan pribadi. Dengan prosedur dan kode etik kelemahan mental tersebut dapat diantisipasi.

Belajar dari proyek besar tol Cipularang, seharusnya menerapkan manajemen resiko jauh sebelum pelaksanaan konstruksinya. Prosedur double checker dan second opinion perlu diterapkan sejak masa penelitian awal dan perencanaan

Mesjid yang sedang masa pelaksanaan di daerah Jakarta Utara roboh. Ruko di daerah Sunter, Jakarta Utara ambruk perancah cetakannya pada saat pengecoran beton. Agak spektakuler kegagalan bangunan pada jalan tol cipularang yang tidak dapat diantisipasi tuntas dalam waktu singkat. Dan ada yang memakan korban meninggal dunia ketika tumbangnya menara TV 7 saat pelaksanaan konstruksi sudah berjalan setengahnya., sedangkan izin mendirikan bangunan ternyata belum tuntas pengurusannya. Dan banyak lagi kegagalan bangunan lainnya di Indonesia.

“Pasti ada hikmah dari setiap musibah yang terjadi,” demikian kata orang bijak. Apa hikmah yang bisa diambil dari kegagalan bangunan yang telah terjadi itu? Coba cermati dan kembangkan sistem prosedur yang ada saat ini. Masih banyak kelemahan yang perlu diperbaiki.

Marilah dari kejadian itu kita jadikan titik balik untuk memperbaiki kelemahan yang masih ada. Kita tidak mempunyai pedoman lengkap perencanaan, pedoman pengawasan dan konsep design review untuk diterapkan pada proses konstruksi. Bisa juga kegagalan konstruksi terjadi akibat material bangunan. Kontrol kualitas bahan bangunan perlu standarisasi industri. Memang dibutuhkan kontribusi banyak pihak untuk meminimalkan kegagalan konstruksi. (Taufiq).

Tidak ada komentar: